makalah tentang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dalam bidang kimia, fisika dan biologi membawa manfaat yang banyak bagi kehidupan manusia. Namun disamping manfaat positif muncul pula penyalagunaan kemajuan ilmu kimia, fisika dan biologi sehingga menimbulkan malapetaka. Perang Dunia I yang menghadirkan bom biologis dan Perang Dunia II memunculkan bom atom merupakan dampak negatif penyalagunaan ilmu dan teknologi. Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis, dan tanggung jawab moral. Singkatnya dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari. Jelaslah kiranya seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak hanya pada penelahaan dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan tekhnologi yang bersifat merusak, para ilmuwan terbagi kedalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan ilmuwan harus berlandaskan asas-asas moral. B. Rumusan Masalah a. Apa saja tanggung jawab ilmu (ilmuwan) ? b. Apa yang dimaksud ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai ? c. Apa yang dimaksud dengan moralitas ilmu pengetahuan ?
BAB II PEMBAHASAN A. Tanggung jawab ilmuwan Ilmu menggahasilkan teknologi yang diperagakan masyarakat.penarapan ilmu dimasyarakat juga menjadi kebekarhan bagi masyarakat dan dapat mengubah beradaban bagi manusia, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi manusia apabila menyalagunakan hasil karya para ilmuwan. Disinilah pemanfaatkan dan teknologi perlu diperhatikan sebaik-baiknya. Dihadapkan masalah moral dan akses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, maka para ilmuwan bisa dinobatkan sebagai dua golongan pendapat, Ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secra ontologis maupun maupun aksiologi. Dalam hal ini ilmuwan hanya bisa menemukan penemuan terserah mau dipakai oleh para pengguna yang bersifat positif maupun negatif ilmu itu sifatnya netral. Golongan yang pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralan sebuah ilmu seperti pada waktu era Golileo, dan golongan yang berpendapat netralisasi ilmu hanyalah terbatas pada metafisika keilmuwan, sedangkan penggunaan harus berdasarkan nilai-nilai moral. Golongan yang kedua ini mendasarkan pendapatnya pada tiga hal yaitu: ilmu secara factual digunakan secara destraktiv oleh manusia, yang dibuktikan adanya perang dunia yang menggunakan teknologi keilmuwan yaitu terjadi Bom atom. Yang mengahabiskan kota Nagasaki dan hirosima pada saat itu. Ilmuwan sebagai manusia yang diberi kemampuan merenung dan menggunakan pikirannya untuk bernalar. Kemampuan berpikir dan bernalar itu pula yang membuat kita sebagai manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu kemudian digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungan alam yang tersedia di sekitar kita. Oleh karena itu tanggung jawab ilmuwan terhadap masa depan kehidupan manusia diantaranya adalah : a. Ilmu adalah berkembang secara pesat dan makin esoteric sihingga para ilmuwan mengetahui akses-akses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalagunaan hasil karya para ilmuwan. b. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik pembuatan social. Tanggung Jawab Profesional terhadap dirinya sendiri, sesama ilmuwan dan masyarakat, yaitu menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dibuatnya secara formal. Agar semua pernyataan ilmiah yang dibuatnya selalu benar dan memberikan tanggapan apabila ia merasa ada pernyataan ilmiah yang dibuat ilmuwan lain yang tidak benar. Tanggung Jawab Sosial, yaitu tanggung jawab ilmuwan terhadap masyarakat yang menyangkut asas moral dan etika. Pengalaman dua perang dunia I (terkenal dengan perang kuman) dan II (terkenal dengan bom atom) telah membuktikan bahwa ilmu digunakan untuk tujuan-tujuan yang destruktif. Jika ilmuwan mempunyai rasa tanggung jawab moral dan sosial yang formal, maka konsekuensinya ilmuwan harus mempunyai sikap politik formal. Sebab sikap politik formal merupakan konsisten dengan asas moral keilmuan serta merupakan pengejawantahan/implementasi dari tanggung jawab sosial dalam mengambil keputusan politis, dimana keputusan ini bersifat mengikat (authorative). Demi pertanggungan jawaban ilmuwan terhadap masa depan umat manusia, semua dampak negatif sains dan teknologi terus ditangani secara bersama-sama, bukan saja oleh masyarakat ilmuwan dunia, melainkan juga oleh pemerintah semua negara, berlandaskan suatu pandangan bahwa manusia di bumi ini mempunyai tugas untuk mengelolanya dengan sebaik-baiknya. Maka dari itu manusia juga harus melakukan hal-hal Mengadakan kerjasama dengan ilmuwan dan ahli teknologi berbagai negara dalam menerapkan pengetahuannya demi kepentingan seluruh umat manusia. Perlunya pembangunan yang berorientasi masa depan dan wawasan lingkungan. Ilmu merupakan hasil karya seseorang yang akan dikaji dan dikomunikasikan kepada manusia secara terbuka. Jika hasil karya itu memenuhi syarat sebagai seorang ilmuwan maka ia diterimah dengan terbuka sebagai bagian kumpulan ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat. Dengan kata lain penciptaan ilmu dengan individu tapi secara komunikasi dan penggunaan ilmu karus harus bersifat social. Peranan individulah yang menonjol dalam kemajuan ilmu, yang dapat saja mengubah wajah peradaban. Ilplikasi penting dalam tanggung jawab social seoarang ilmuwan , setiap pencarian dan penemuan kebenaran secara ilmiah harus disertai dengan landasan etis yang kukuh. Menurut SuriSumantri (1984), proses pencarian dan penemuan kebenaran ilmiah yang dilandasi etika, merupakan katagori moral yang menjadi dasar sikap etis seoarang ilmuwan. Ilmuwan bukan berfungsi sebagai analisis materi kebenaran tersebut tetapi harus juga menjadi prototipe moral yang baik. Tanggung jawab ilmuwan tidaklah ringan . dapatkah seorang ilmuwan bisa memikul tanggung jawab sedemikian itu, jika batas moral yang berlaku tidak universal . hal etis, yang menjadi landasan utama tegaknya tanggung jawab moral para ilmuwan, memang tidak mempunyai sifat umum dan universal. Maksutnya etika tidak dapat memberikan aturan yang universal yang konkret untuk setiap masa, kebudayaan,dan situasi.Etika tidak termasuk kawassan ilmu dan teknologi, tetapi berperan dalam pengembangan ilmu dan teknologi penerapan ilmu dan teknologi memerlukan petimbangan dari etika, bahkan etika dapat memberi pengaruh proses perkrngembangan ilmu dan teknologi. Hal-hal penggunaan ilmu dan teknologi merupakan tanggung jawab ilmuwan. Dalam hal ini ilmu wajib memperhatikan kodrat manusia.martabat manusia dan menjaga keseimbangan ekosistem, bertangung jawab pada kepentingan umum, dan bersifat universal.Contoh masyarakat menggunakan pembungkus yang dianggap praktis, yaitu palstik tetapi masyarkat juga sadar bahwa plastic tersebut juga bisa menjadi limbah.Saat ini sudah ditemukan teknologi umtuk mengelolah limbah plastic yang bisa membahayakan manusia. Tanggung jawab etis ilmuan dapat memicu,menginpirasi, memotivasi perkembangan ilmu dan teknologi. B. Ilmu Bebas Nilai atau Tidak Bebas Nilai Rasioamal ilmu terjadi sejak rene Descartes bersikap sepkeptis sebagai metode yang meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu. Sikap ini masih berlanjut pada masa aufklarung, suatu era yang merupakan usaha manusia untuk mencapai pemahaman rasional tentang dirinya dan alam. Persoalanya ilmu berkembang dengan pesat apakah bebas nilai atau justru tidak bebas nilai. Bebas nilai yang dimaksut Josep Situmorang (1996) bebas nilai artinya tuntutan setiap kegiatan ilmiah atas didasarkan pada hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan factor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengethuan itu sendir. a. Ilmu Bebas Nilai Minimal sebagai tiga factor sebagai indicator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu 1. ilmu harus bebas dari factor eksternal seperti factor politis, ideologis, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan lainya . 2. perlunya kebebasan ilmiah, yang mendorong terjadinya otonomi ilmu pengaetahuan. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan untuk menentukan diri sendiri. 3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan dari etis (yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu), karena nilai etis itu sendiri bersifat universal. Indikator pertama dan kedua menujjukan upaya para ilmuan untuk menjaga objektivitas ilmiah, sedangkan indicator kedua menujukan adanya factor yang tak terhindarkan perkembangan ilmu, pertimbangan etis. Hapir dipastikan bahwa mustahil bagi para ilmuan untuk menafikan pertimbangan etis ini, karena setiap manusia mempunyai hati nurani sebagai institusi moral terkecil yang ada dalam dirinya sendiri. Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas. Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan penentuan dari luar. Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada berbagai hipotesa atau teori yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah jelas akan di anggap suatu pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu instansi dari luar memberi petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori berarti menentukan diri berdasarkan satu – satunya alasan yang penting dalam bidang ilmiah, yaitu wawasan akan benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan seluruh kegiatan ilmian disini mecapai pemenuhannya. Dengan demikian penentuan diri terwujud sunguh – sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan, namun penentuan diri ini sungguh bebas, karena dilakukan bukan berdasarkan alasan – alasan yang kurang dimengerti subyek sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya tentang kebenaran. b. Terikat Nilai Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang terikat nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat dengan nilai dan harus dikembangan dengan mempertimbangkan aspek nilai dan terutama nilai.Pengembangan ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, religius, ekologis, dan lain-lain sebagainya.Dalam pandangan terikat nilai ini kata “nilai” juga memiliki makna yang lebih luas.Pertama, makna nilai bukan hanya dalam konteks baik buruk tetapi juga dalam konteks ada kepentingan atau tidak.Kedua, terikat nilai tidak hanya berlaku bagi ilmuan tetapi juga bagi ilmu itu sendiri, sehingga memasuki wilayah epistemologis.Keduanya saling tekait. Sosiolog, Weber, bahwa ilmu social menyatakan harus bebas nilai, tetapi ia juga mengatakan ilmu-ilmu social harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin bahwa para ilmuan social melakukan aktivitasnya seperti mengejar atau menulis bidang ilmu social itu, mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu harus diimplikasikan kedalam bagian-bagian praktis ilmu social jika praktik itu mengandung tujuan atau rasional.Tanpa keinginan melayani kepentintgan orang, budaya, maka ilmu social tidak beralasan untuk tidak diajarkan.Suatu sikap moral yang sedemikian itu tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah (Rizal Mutansyir dan Misnal Minir 2001) Tokoh lain habermas sebagaimana yang ditulis Rizal Mustasir (2001)berpendirian teori sebagai produk ilmiah tidak bebas nilai. Pendirian ini diwarisi Hebermas dari pandangan Huseri yang melihat fakta dari objek alam diperlukan ilmu pengetahuan sebagai kenyataan yang sudah jadi.Fakta atau objek itu sebenarnya sudah tersusun secara sepontan dan primodial dalam pengalaman sehari-hari, dalam libenswelt atau dunia sebagaimana dihayati. Setiap ilmu pengetahuan mengambil dari libensweltitu sejumlah fakta sebagai fakta yang kemudian diilmiakan berdasarkan kepentingan praktis. Habermas menegaskan lebih lanjut bahwa ilmu pengatahuan alam terbentuk berdasarkan kepentingan teknis. Ilmu pengatahuan alam tidaklah netral, karena isinya tidak lepas sama sekali dari kepentingan praktis. Ilmu sejarah dan hermeneutika juga ditentukan oleh kepentingan praktis kendati dengan cara yang berbeda. Kegiatan teoritis yangmelibatkan pola subjek selalumengandung kepentingan tertentu.Kepentingan itu bekerja pada tiga bindang, yaitu pekerjaan.bahasa , dan otoritas. Pekerjaan merupakan kepentingan ilmu sejarah dan hermeneutika, sedangkan otoritas merupakan kepentingan ilmu social. C. Moralitas Ilmu Pengetahuan Manusia sebagai manipulator dan articulator dalam mengambil manfaat dalam ilmu pengetahuan. Dalam psigkologi, dikenal konsep diri dan freud menyebut sebagai “id”, “ego” dan “super ego” , “id” adalah bagian kepribadian yang dorongan biologi (hawa nafsu dalam agama ) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua insting: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). “Ego” penyelaras antara “Id” dan realitas dunia luar.“super ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani (jalaludin Rahmat, 1989). Dalam agama ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu). Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya mefungsikan “id” nya, seingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan diaarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Misalnya dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara superego tidak berfungsi optimal, maka tentu atau juga nafsu angkara murka yang mengendalikan tidak manusia mejatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan amatlah nihil kebaikan yang diperolehmanusia,atau malah mungkin kehancuran. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan “id” dari kepribadian manusia yang mengalahkan “ego” maupun “super ego”nya. Etika adalah pembahasan mengenai baik, buruk, semestinya, benar, dan salah. Yang paling menonjol tentang baik dan kuwajiban .keduanya bertalian denga hati nurani. Bernaung dibahwa filasafat moral (Herman Soerwardi 1999). Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kuwajiban itu, dengan argument bahwa sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika adalah seperangkat kewajiban tentang kebaikan yang melaksanakanya tidak ditunjuk. Exekutornya menjadi jelas ketika sang subjek berhadap opsi baik atau buruk yang baik itulah kuwajiban executor dalam kehidupan ini. Ilmu pengetahuan yang diterapkan bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Adalah sangat bijaksana apabila manusia-manusia di muka bumi ini dapat memanfaatkan ilmunya untuk memperlajari berbagai gejala atau peristiwa yang menurut anggapannya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan ilmu pengetahuan hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang asasi, dan semua orang akan menyambut gembira bila ilmu pengetahuan ini benar-benar dimanfaatkan bagi kemaslahatan manusia. Ilmu pengetahuan hendaknya dikembangkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Ilmu pengetahuan yang dikendalikan oleh manusia-manusia yang tidak bermoral telah membawa maut dan penderitaan yang begitu dahsyat kepada umat manusia, sehingga manusia di dunia ini tetap mendambakan perdamaian abadi dengan penemuan-penemuan ilmu yang modern dan canggih ini. Descartes menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan serba budi; Immanuel Kant menyatakan ilmu pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman. Ilmu pengetahuan selain tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran juga harus mengandung nilai etis atau moral, dikatakan beretis atau bermoral adalah harus mengandung nilai yang bermakna dan berarti, berguna bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan bukan saja mengandung kebenaran-kebenaran tapi juga kebaikan-kebaikan. Dalam menggerayangi hakekat ilmu, sewaktu kita mulai menyentuh nilainya yang dalam, di situ kita terdorong untuk bersikap hormat kepada ilmu. Hormat pertama-tama tak ditujukan kepada ilmu murni tetapi ilmu sebagaimana telah diterapkan dalam kehidupan. Sebenarnya nilai ilmu terletak pada penerapannya. Ilmu mengabdi masyarakat sehingga ia menjadi sarana kemajuan. Boleh saja orang mengatakan bahwa ilmu itu mengejar kebenaran dan kebenaran itu merupakan inti etika ilmu, tetapi jangan dilupakan bahwa kebenaran itu ditentukan oleh derajat penerapan praktis dari ilmu. Pandangan yang demikian itu termasuk faham pragmatisme tentang kebenaran. Di situ kebenaran merupakan suatu ide yang berlandaskan efek-efek praktis. Teknologi yang merupakan konsep ilmiah yang menjelma dalam bentuk konkret telah mengalihkan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi. Dalam tahap manipulasi ini masalah moral muncul kembali berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Dihadapkan dengan masalah moral, ilmuwan terbagi menjadi dua. Golongan pertama menginginkan ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun secara aksiologis. Sehingga tugas ilmwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah pada penggunanya untuk menggunakan pengetahuan tersebut demi tujuan baik atau buruk. Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Charles Darwin mengatakan bahwa tahapan tertinggi dalam kebudayaan moral manusia adalah ketika kita menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemaslahatan manusia atau sebaliknya dapat pula disalahgunakan seperti nuklir. Tanggung jawab para ilmuan sangat berat karena hasil karyanya untuk kemaslahatan manusia. Para ilmuan harus mengetahui bahwa ilmu itu bebas nilai atau ada tergantungan nilai sehingga bisa diterapkan sesuai hakekatnya Dalam menggunakan ilmu pengetahuan, seharusnya melihat berbagai aspek. Baik dari segi norma, sosial, dan kegunaan dari ilmu Karena hasil dari ilmu, pasti akan berdampak besar dengan yang lainnya. tersebut. Sehingga ilmu itu harus terikat nilai. Karena perlu di perhatikan faktor sebab dan akibat dalam penggunaan ilmu pengetahuan. Dan juga subyek dan obyek ilmu sendiri adalah manusia, sehingga karena manusia memiliki tatanan nilai lainnya, tentunya akan mempengaruhi dalam penggunaan ilmu. Kekuasaan ilmu mengharuskan seorang ilmuan memiliki landasan moral yang kuat, memegang idiologi dalam mengembangkan dan memanfaatkan keilmuannya. DAFTAR PUSTAKA Ermi Suhasti Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta Prajnya Medi 2013) Drs. Rizal mustansir Filsafat Ilmu (Yogyakarta Pustaka Pelajar 2012) https://mueis.wordpress.com/2013/05/04/makalah-moralitas-ilmu-pengetahuan/

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "makalah tentang ilmu"

Posting Komentar

Chat Room

Kamu bisa chat bareng Admin di sini dengan Messenger,
Terima kasih.

Chat on Messenger