makalah
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang sangat sempurna segala aspek
kehidupan tercakup didalamnya. islam merupakan agama yang tak melewatkan
sedikitpun bagian kehidupan manusia baik dari segi hal yang kurang urgen sampai
hal yang sangat urgen. Hokum isam lah
yang membuat kehidupan manusia lebih terasa tentram dan terasa adil.
Meskipun perkembangan zaman selalu ada tetapi hokum islam
bisa diterapkan dan relevan untuk digunakan. Tidak hanya pada zaman Rasulullah
saja, tetapi sampai sekaranpun hukum
islam juga mampu untuk di aplikasikan dalam kehidupan manusia.
Pengambilan hokum islam itu sendiri tak luput dari peran
para mujtahidin yang menggali hukum dari sumber-sumber hokum islam yang ada. Dengan upaya yang sangat hebat
baik mengerahkan harta mauun fikirannya untuk melakukan ijtihad pengambilan
hukum, Dengan metode yang telah disusun
Sumber-sumber hukum ( mashodirul ahkam) berisi
kahazanah hukum islam yang sangat luas dan perlu digali isinya untuk
diterapkan. Dalam menggunakan sumber-sumber
hukum islam yang ada para ulama’ mjtahidin ada yang tidak sepakat dalam
penggunaannya dan adajuga yang disepakati dalam penggunaanya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. menjelaskan devinisi sumber-sumber hukum islam
2. menyebutkan dan menjelaskan sumber-sumber hukum islam yang ada.
BAB II PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN SUMBER HUKUM ISLAM (MASHADIRUL AHKAM)
Sumber dalam
bahasa arab mashdar serta
jamaknya yaitu mashadir. Sumber-
sumber hukum islam adalah dasar yang
digunakan ulama’ fiqh untuk yang ada.
B.
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
Sumber sumber
hukum islam adalah sebagai berikut :
1.
Al-Qur’an
Al-qura’an
adalah kalam Allah yan diturunkan kepda nabi Muhammad S.A.W yang diawali dengan
surah Al-fatihah dan diakhiri dengan surah An-nas yang membacanya merupakan
ibadah.
Al-qur’an
merupakan sumber hukum yang pertama dalam islam ynag harus diamalkan. Maksudnya
yaitu suatu perkara apabila ingin mencari hukumnya maka terlebih dahulu mencari
di dalam Al-qur’an yang pertama kali baru kamudian sumber- sumber yang lain.
Hukum yang
terdapat dakam Al-qur’an merupakan hukum yang qot’I. yaitu hukum yang pasti dan wajib diamalakan
tanpa ada ragu. Karena semua hukum yang ada dalam Al-qur’an berasal dari Allah
langsung melalui perantara malaikat jibril
Al-quran
diturunkan secara berangsur-angsur tidak diturunkan secara serentak kepada Nabi
Muhammad. Hal ini bertujuan supaya hukum dapat dilaksanakan dan diterapkan
sesuai dengan keadaan masyarakat jahiliah pada waktu itu.
Ayat didalam
Al-qur’an secara garis besar tebagi mnjadi dua yaitu ayat makiyah dan
madaniyah. Ayat makiyah adalah ayat yang turun ketika Nabi Muhammad belm hijrah
ke kota Madinah baik di Makkah atau sekitarnya. Sedangkan ayat madaniyah adalah
ayat yang turun ketika Nabi Muhammad setelah berhijrah ke Madinah baik ayat tersebut
turunnya di kota Makkah. Surah Al-qur’an yang termasuk madaniyah terdapat
Sembilan belas surat yang disepakati dan makiyah terdapat tujuh puluh satu
surat yang disepakati, sedang sisanya ulama’ masih berbeda pendapat apakah
ermasuk surah makiyyah ataupun madaniyah.
2.
As-sunnah
Sunnah ialah segala sesuatu yang berasal dari Nabi
Muhammad S.A.W baik berupa ucapan, perbuatan, ataupun ketetapan beliau ataupun
sifat menurut sebagian ulama’.
As-sunnah digunakan setelah Alqur-an dalam
pengambilan hukum dalam islam. Maksudnya yaitu yang pertama yangharus digali
adalah Al-quran setelah itu baru menggunakan As-sunnah, baik untuk memperjelas
hukum yang masih gobal dalam Al-quran ataupun memang hukum itutidak aada daam
Al-qur’an itu sendiri.
Adapun dalam penggunaan As-sunnah, apabila
As-sunnah itu merupakan yang mutawattir maka wajib mengamalkannya di seluruh
aspek hukum. Tidak hanya dalam hukum saja melainkan juga dalam hal
aqidah,ibadah maupun muamalah. Tetapi jika As-sunnah itu merupakan yang ahad
maka menurut mayorits ulama’ hanya diamalan dalam hal ibadah dan muamalah saja
tidak dalam hal aqidah atau keyakinan.
Fungsi yang paling penting As-sunnah bagi Al-qur’an
adalah :
1.
Sebagai penjelas terhadap sesuatu yang yang telah disebutkan di dalam
A-qur’an yang dimana sifatnya yang masih global.
2.
Kadangkala sebagai pengukuh atau penguat terhadap apa saja yang terdapat
dalam Al-qur’an.
3.
Mendatangkan hukum yang baru dimana hukum tesebt tidak ada dalam
Al-qur’an.
Kedua sumber diatas muncul ketika
zaman Rasulullah masih ada, atau sering dikenala dengan masa risalah
3.
Ijma’
Ijma’ dalam segi bahasa memiliki dua makna yaitu
makna Al-azam yang artinya berkenginan kuat dan Ittifaq yang
artinya kesepakatan. Dan menurut pengertian ulama’ ushul ijma’ adalah
kesepakatan seluruh ulama’ ijtihad dari ummat islam dizaman setelah Rasulullah
S.A.W atas hukum syar’i.
Menurut mayoritas ulama’ ijma’ merupakan hujjah
yang tetap dalam agama sebagaimana
tetapnya nas-nas syar’i.
Ijma’ terbagi menjadi dua yaitu :
a.
Ijma’ syukuti
Terwujud jika sebgian
mujtahid mengelurkan pendapat atau fatwa
terhadap suatu masalah yang muncul, dan tidak ada pendapat dari mujtahid
lain yang menentang atau mengingkarinya, baik persetujuan maupun sangkalan.
b.
Ijma’ sharih
Kesepakatan para mujtahid
secara jelas terhadap sebuah hukum syar’I bagi sebuah masalah yang mereka
hadapi.
umat muslim
sepakat bahwasanya ijma’pada zaman sahabat adalah hujjah. dikarenakan ijma’ pada masa ini sangat mudah terjadi daripada zaman-zaman sahabat,
khususnya pada zaman khalifah Abu bakar As-sidiq hingga khalifah Umar bin
Khattab. Hal ini disebabkan adanya
kebijakan pada kedu khalifah tersebut untuk tidak memperkenankan para sahabat
yang lain untuk hijrah keluar kota Madinah ataupun Mekkah. Oleh Karena itu
mayoritas ulama’ tidak menyebar kemana-mana kkhusunya ulama yang ahli dalam hal
ijtihad. Ketika sepeninggal khalfah Umar meninggal dan digantikn oleh khalifah
Usman, beliau memberikan kemudahan bagi sahabat untuk berhijrah kedaerah-
daerah yang lain.
Adapun ijma’ Tabi’in dan ummat setelahnya,dalam hal
ini terdapat khilaf. Baik dari imam
Syafi’I dan imam Ahmad bin hanbal dan imam Daud Ad-dhohiri, mereka tidak
mempermudah dalam menggunkan ijma’ tersebut.
Memang imam
Syafi’I memperbolehkan menggunakan ijma’ setelah masa sahabat digunakan sebagai
hujjah. Tetapi beliau memperbolehkan sekiranya diketahui bahwa para ulama’ setelah sahabat tidak berseisih
dalam hal ijma’ itu, dan menempati kedudukan ijma’ syukuti.
Mayoritas ulama’ memperoblehkan berhujjah dengan
ijma’ syukuti karena ijma’ syukuti merupakan Dzonni dilalah. Adapun ijma’ shorih imam Asfihaniy berpendapat
dan ini yang paling masyhur, bahwasanya ijma’ sharih adalah hujjah yang qot’I
dan dihulukan atas dalil-dalil yang
keseuruhan, diman jika tidak bertentangan dengan dalil asal. Dan pendapat ini
disandarkan pada kebanyak ahli ilmu.
4.
Al-qiyas
Qiyas adalah menyamakan cabang permasalahan dengan
asalnya karena ada kesamaan illat hukum di dalamnya.
Setelah wafatnya Rasulullah S.A.W dan terputusnya
wahyu, maka bagi sahabat tidak terlepas untuk tidak menggunakan qiyas karena
nas-nas yang ada terbatas sedangkan
kejadian- kejadian yang baru banyak bermunculan dan tidak akan ada batasnya,
oleh Karena itu qiyas sangat dibutuhkan. Misalnya menyerupakan narkoba dengan
khamr dalama keharamannya.
5.
Istishab
Istishab adalah sesuatu yang menggunakan akal dan
dalil syar’I dalam menetapkan suatu masalah tertentu. Misalnya tetapnya suau
kepemilikan jika didahului suatu sebab dan tidak ada perkara yang baru
mengatakan itu kepemilikan yang lain.
6.
Syar’u man qoblana ( syariat umat terdahulu)
Syar’u man qoblana adalah hukum-hkum yang
disyariatkan bagi umat-umat terdahulu dan disebutkan pula pada syariat kita
tanpa di sertai dengan perintah untuk mengamlakannnya ataupun larangan darinya.
Yang dimaksud tidak kembali ke kitab-kitab mereka melinkan ada ketetapan dari
Al-qur’an untuk mengamalkannya.
Dan masih banyak lagi sumber-sumber hukum islam
yang ada yang tidak kami sebutkan dan jelaskan disini hal ini menandakan betapa
luasnya khazanah hukum islam yang ada .
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hukum-hukum islam yang ada sekarang ini adalah hasil dari proses ijtihad
para ulama’ dengan menggaali pada sumber-sumber hukum yang ada. Dengan metode
yang telah disusun sehingga menghasilkan hukum yang adaa.
DAFTAR PUSTAKA
Toha Royyan Ahmad Ali, “Tarikh tasyri’ Al-islami”, Daru Ad-dihbi.
Tarim,Hadro maut
0 Response to "makalah"
Posting Komentar